
Indonesia Ikuti Latihan Mitigasi Tsunami Internasional IOWave25: Uji Sistem Peringatan Dini, Evakuasi, dan Respons Masyarakat
Jakarta, 25 September 2025 – Indonesia kembali memperkuat komitmennya dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana tsunami dengan mengikuti Latihan Mitigasi Tsunami Internasional IOWave25, sebuah agenda global yang diselenggarakan setiap dua tahun oleh Intergovernmental Oceanographic Commission of UNESCO (IOC-UNESCO). Tahun ini, latihan digelar serentak di 28 negara kawasan Samudra Hindia, termasuk Indonesia sebagai salah satu negara dengan risiko tsunami paling tinggi.
Pelaksanaan IOWave25 di Indonesia dipimpin oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta didukung penuh oleh BPBD provinsi dan kabupaten/kota, lembaga terkait, sekolah, hingga masyarakat di wilayah rawan tsunami.
Uji Sistem Peringatan Dini dan Respons Lapangan
Latihan ini menggunakan skenario gempa megathrust di zona Sunda yang berpotensi memicu tsunami besar. Skenario ini dipilih untuk menguji secara menyeluruh kecepatan, ketepatan, dan kehandalan sistem peringatan dini tsunami Indonesia (InaTEWS), mulai dari tahap deteksi gempa, pengiriman peringatan dini, hingga respons masyarakat di lapangan.
Indonesia melaksanakan latihan ini di 8 provinsi rawan tsunami yang meliputi wilayah selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. BMKG sebagai penyedia informasi gempa dan tsunami menjadi garda terdepan dalam mengeluarkan peringatan dini, yang kemudian diteruskan ke BNPB, BPBD, hingga ke masyarakat.
Selain itu, latihan ini juga menguji backup system peringatan dini tsunami di BMKG Wilayah III Bali, guna memastikan keandalan sistem meskipun terjadi gangguan teknis pada pusat utama.
Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, dalam sambutannya menekankan pentingnya latihan mitigasi ini. Menurutnya, partisipasi Indonesia dalam IOWave25 bukan sekadar kewajiban, tetapi bentuk nyata kontribusi Indonesia dalam memperkuat sistem peringatan dini tsunami di tingkat internasional.
“Latihan ini bertujuan untuk menguji operasional sistem peringatan dini tsunami, menilai efektivitas rantai penyebaran informasi, memastikan fungsi berbagai sarana komunikasi berjalan baik, serta melatih kecepatan respon sesuai standar operasional prosedur (SOP),” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa peringatan dini tidak hanya cukup dikeluarkan, tetapi juga harus dipahami, direspons, dan ditindaklanjuti oleh masyarakat. “Hanya dengan cara itu peringatan dini benar-benar efektif dalam menyelamatkan jiwa manusia,” tambahnya.
IOWave25 di Indonesia tidak hanya melibatkan lembaga pemerintah, tetapi juga mengikutsertakan lebih dari 200 peserta yang terdiri dari masyarakat pesisir, pelajar, guru, aparat desa, hingga relawan. Mereka terlibat langsung dalam simulasi evakuasi tsunami, mulai dari menerima peringatan, mengevakuasi diri ke titik aman, hingga memastikan keselamatan kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penyandang disabilitas.
Dukungan penuh juga datang dari BNPB, BPBD provinsi, BPBD kabupaten/kota, instansi terkait, akademisi, dan media. Sinergi ini memperlihatkan bahwa kesiapsiagaan bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan menjadi budaya bersama yang harus dibangun di seluruh lapisan masyarakat.
Latihan IOWave25 diharapkan dapat mendorong lahirnya budaya sadar bencana di Indonesia, khususnya di daerah rawan tsunami. Melalui latihan ini, masyarakat diingatkan bahwa kecepatan merespon peringatan dini menjadi faktor penentu keselamatan.
“Cita-cita besar kita adalah Zero Victim. Setiap peringatan dini harus bisa menyelamatkan sebanyak mungkin jiwa manusia. Untuk itu, latihan ini penting agar masyarakat terbiasa bertindak cepat, terarah, dan sesuai prosedur ketika menghadapi ancaman tsunami,” pungkas Daryono.
Kegiatan IOWave25 menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk menunjukkan kesiapan menghadapi ancaman tsunami sekaligus berkontribusi pada penguatan sistem peringatan dini di tingkat global. BMKG bersama BNPB berkomitmen untuk terus memperkuat sistem teknologi peringatan dini, meningkatkan kapasitas BPBD di daerah, serta mendorong keterlibatan aktif masyarakat.
Dengan latihan bersama ini, diharapkan terbentuk masyarakat yang tangguh bencana, pemerintah daerah yang responsif, serta sinergi lintas sektor yang mampu mengurangi risiko dan dampak tsunami di masa mendatang.
